BUAH MERAH (PANDANUS CONOIDEUS LAM

BUAH merah (Pandanus conoideus Lam) yang merupakan tumbuhan sejenis pandan khas Papua, kini menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat Papua sejak tahun 1998. Mereka menyebut tumbuhan ini buah merah, dan bermanfaat untuk penyembuhan kanker, kebutaan, serangan jantung, dan sejumlah penyakit lain.
Ketika ditemui di kediamannya di Jayapura hari Sabtu (11/1), I Made Budi sedang sibuk menguji kemanjuran buah merah menghambat virus HIV. Ia adalah orang yang sangat berjasa menjadikan buah merah sebagai obat alternatif bagi masyarakat Papua.
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Cenderawasih (Uncen) ini mengaku kariernya belum sebanding ahli-ahli lain. Tetapi, apa yang dia tekuni sejak tahun 1998 tersebut telah membuahkan hasil bagi banyak orang. Bukan hanya di Papua, tetapi juga di Jawa dan Makassar.
Buah merah yang tadinya menjadi makanan ternak babi atau dibiarkan telantar di hutan belantara Papua, mendadak menjadi sangat terkenal. Selama empat tahun mengabdi di Uncen, Made berhasil membuat buah merah berguna bagi banyak orang untuk mengobati kanker, tumor, endometriosis, sakit mata, bercak di paru-paru pada anak-anak, asam urat, jantung, dan penyakit modern lain.
"Saya sudah melakukan berbagai pengujian dan seminar yang menghadirkan beberapa ahli biologi, kimia,dan penyakit terkait dengan fungsi minyak dan ampas buah merah. Tidak hanya dengan rekan-rekan di Jakarta, tetapi juga dari Universitas Port Moresby di Papua Niugini (PNG). Justru potensi buah merah di PNG jauh lebih besar dari Papua, tetapi di PNG sama sekali belum dimanfaatkan. Karena itu, dalam waktu dekat mereka mengundang saya ke PNG untuk memberikan seminar mengenai khasiat buah merah di sana," kata Made.
PUTRA Bali kelahiran 2 Juni 1960 di lokasi transmigrasi di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, ini menuturkan, buah merah menghasilkan antioksidan yang bersifat antikanker, dan tokoferol atau vitamin E. Kedua zat ini secara alamiah ada di dalam wortel. Kandungan beta karoten wortel juga tinggi, tetapi masih satu tingkat di bawah buah merah.
"Saya menguji coba melalui telur ayam dan terjadi perubahan luar biasa. Kuning telur berubah menjadi berwarna merah dalam dua pekan dan berkhaziat sebagai obat antikanker," katanya.
Pada penelitian ayam potong, setelah diberi ampas buah merah dengan kandungan minyak 30 persen, tidak terjadi penimbunan lemak. Seluruh bagian lemak di dalam ayam berubah menjadi daging padat. Saat ini ayam potong yang diberi makan ampas buah merah sedang diuji coba di Bagian Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. Apabila hasil penelitian membenarkan teori tersebut, maka Made berniat segera memproses hak paten penemuannya tersebut
PUTRA pasangan Gomboh dan Rai ini menekuni pendidikan SD, SLTP, dan SMU di Sulawesi Utara, kemudian melanjutkan ke Uncen, lalu menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sifat ingin tahu yang dikembangkan sejak kecil di lokasi transmigrasi di Sulawesi Utara masih sangat kuat. Ia menekuni berbagai buku mengenai tumbuhan, terutama yang ada di Papua. Ia yakin Papua memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan.
"Mengenai buah merah ini, awalnya karena saya melihat suku Wamena itu kuat-kuat, pekerja keras, sehat, sulit penyakit-penyakit, seperti, demam, TB paru, sakit mata, infeksi saluran pernapasan, dan seterusnya. Padahal, mereka hanya makan umbi-umbian seperti masyarakat Papua lainnya. Kemudian saya memutuskan untuk tinggal di Wamena guna melihat langsung situasi mereka selama dua pekan," katanya.
Buah merah tumbuh pada ketinggian 1.000-3.000 meter di atas permukaan laut, bentuk buahnya seperti nangka dengan panjang sampai 1,5 meter. Buah merah dapat ditemukan di hutan-hutan di seluruh Papua, namun terbanyak di Jayawijaya dan di Ayamaru, Sorong.
Selama di Wamena, Made memperhatikan hampir seluruh masyarakat Wamena dan sekitarnya merebus buah merah yang dimakan bersama sayur atau umbi-umbian.
Ia mulai menduga khasiat buah merah ketika masyarakat menuturkan bahwa saat sakit mata mereka mengonsumsi buah merah. Dugaan ini mendorong Made meneliti lebih jauh. Apalagi, warna minyak buah tersebut sangat merah setelah diperas atau direbus. Hasil analisis laboratorium menunjukkan, warna merah itu ternyata beta karoten. Minyak buah itu didominasi asam oleat dan linoleat.
Kenyataan demografis juga menunjukkan rendahnya penderita buta mata, kanker, dan tidak ada masyarakat yang mati mendadak terkena sakit jantung atau stroke di daerah yang banyak terdapat tanaman buah merahnya.
"Di Jayapura saya sudah mencoba khasiat buah merah, yakni menyembuhkan kanker otak, flek paru-paru pada bayi, kanker payudara, kanker kandungan, tumor kandungan, sakit mata, mencegah kebutaan, sakit jantung, paru, lemas, dan letih lesu. Setelah mengonsumsi minyak buah merah, kemudian diperiksa secara klinis, hasilnya nol. Padahal, sebelumnya penderita sakit kanker mengeluh sakit luar biasa. Kini para penderita sudah sehat," tuturnya bangga.
Dalam sejumlah pameran di luar Papua yang menampilkan produk agroindustri di Bandung dan Bali, Papua mendapat juara satu oleh kehadiran buah merah. Made sendiri tampil menjelaskan bagaimana fungsi buah merah kepada pengunjung dan tim juri.
Meskipun beberapa orang telah mendatangi Made dengan janji akan membantu Made mengembangkan khasiat buah merah ke arah komersial, tetapi kemudian dia ditinggalkan. "Ehh... orang-orang itu ternyata membohongi saya. Kini mereka menjadi pengusaha minyak buah merah, menjual ke beberapa tempat di Jawa. Satu botol berukuran 250 ml dijual sampai Rp 1 juta," tutur Made.
Suami Siti Sunarsi Yulita ini menuturkan, ia kekurangan modal untuk mendapatkan buah merah. Sebelum ia membuktikan khasiat buah merah bagi masyarakat, harga buah merah hanya Rp 2.000-Rp 3.000 per buah. Tetapi, saat ini meningkat menjadi Rp 25.000-Rp 75.000 per buah. Produksi buah merah pun mulai menurun, karena sebagian besar masyarakat memburu buah merah ini.
Semestinya Made dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk menghambat perkembangan virus HIV di dalam tubuh penderita, membudidayakan buah merah. dan mengekspor minyak buah merah dari Papua. Akan tetapi, Made merasa sungkan kalau ditolak dan dinilai sebagai pendatang yang hanya mau mencari proyek dan keuntungan di Papua.
Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan pun telah mendekati Made. Dinas-dinas ini mulai memberi perhatian terhadap buah merah sejak tahun 2002, setelah manfaat buah merah mulai dibicarakan di berbagai seminar, lokakarya, dan dalam sidang-sidang di DPRD Papua. Dinas Perkebunan sendiri telah menyusun sebuah proyek pengadaan tanaman buah merah dengan investasi senilai Rp 5 milyar.
Walaupun demikian, sebagai ilmuwan, Made mengaku tetap bekerja maksimal melakukan berbagai penelitian lanjutan, baik terhadap buah merah maupun jenis tumbuhan lain di Papua. Ia berjanji, selama mengabdi di Papua, akan terus berkarya guna memberikan sumbangan pikiran, tenaga, dan keahliannya bagi masyarakat Papua. "Kalau saya tinggalkan Papua, saya telah tinggalkan sesuatu buat mereka. Masyarakat akan mengenang hasil karya saya di sini," katanya.

*****

Buah Merah Penakluk Penyakit Maut

Di penghujung Desember 2003 Agustina Sawery seperti menanti dentang lonceng kematian. Perempuan 23 tahun itu divonis positif mengidap Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), pencabut nyawa yang sulit terelakkan. Tubuhnya kurus kering, tersisa kulit membalut belulang. Bobot tubuhnya cuma 27 kg dari sebelumnya 50 kg dengan tinggi 150 cm. Pistel ani atau infeksi anus, gangguan fungsi hati, mulut bercendawan, dan infeksi paru-paru melengkapi penderitaannya. Rombongan penyakit yang tak kalah berbahaya itu dipicu oleh bercokolnya virus perontok kekebalan tubuh.

Malapetaka itu berawal dari pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial karena kemiskinan yang mengimpit keluarga. Alih-alih keluar dari jerat kemiskinan, ia malah terserang HIV/AIDS. Maka sejak Desember 2003 ia berbaring di bagian Penyakit Dalam RSUD Jayapura. Karena fungsi hati rusak, ia belum dapat menelan obat apa pun sehingga harus diinfus.

Tiga purnama dilewatinya di sana. Pada 27 Februari 2004 anak ke-5 dari 7 bersaudara itu pulang ke rumah. Melalui jasa baik Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat, ia dipertemukan dengan Drs I Made Budi MS. Saat itu Made sudah dikenal luas di Papua lantaran kerap mengobati berbagai penyakit seperti kanker dengan eksktrak buah merah. Sejak April 2004 ia memberikan ekstrak buah merah kepada Agustina. Konsumsinya satu sendok makan dengan frekuensi 3 kali sehari berbarengan dengan obat paru-paru pemberian dokter.

Konsumsi buah anggota famili Pandanaceae itu diimbangi dengan asupan makanan berprotein tinggi. Perlahan-lahan kondisi tubuh perempuan kelahiran 14 Agustus 1981 itu membaik. Tiga bulan mengkonsumsi ekstrak sauk eken-sebutan buah merah di Wamena-, bobot tubuh meningkat 6 kg. Bobot tubuh terus meningkat hingga 46 kg saat ini. Selain itu wajah lebih ceria dengan sorot mata bersinar. Kulitnya yang semula busik, kembali mulus. Rambut yang sempat rontok mulai tumbuh di atas kepalanya. Singkat kata, Agustina tampak jauh lebih bugar. Padahal, "Ketika saya tangani, kondisi Agustina seperti tak ada harapan lagi," kata Made.

Pria 44 tahun itu bertutur, "Buah merah berfungsi seperti obat antiretrovirus yang amat dibutuhkan penderita HIV/AIDS. Ia mengikat protein dan meningkatkan kekebalan tubuh." Pencapaian amat spektakuler itu juga sejalan dengan hasil pemeriksaan laboratorium di Jakarta pada awal November 2004. CD-4 darah Agustina sudah menembus angka 400 dan CD-8 menunjukkan negatif. CD-4 orang yang positif AIDS, maksimal 200; CD-8, positif. Wanita Papua itu kini hampir menggapai kesembuhan total.

Stop Stroke

Bukan cuma Agustina Sawery yang lolos dari belenggu penyakit maut. Ny. Subari, misalnya, pada September 2002 terserang celebral apoplexy atau populer dengan sebutan stroke. Setelah 10 hari opname di sebuah rumah sakit di Jayapura, ia pulang meski belum sembuh. "Bagian tubuh sebelah kiri tak bisa digerakkan, mati sama sekali," ujar guru SMP 2 Abepura itu mengenang.

Ketika itu menyebut nama saja ia tak mampu. Pandangan kabur, pusing, stres. Kisah pilu itu bakal menjadi kenangan pahit baginya. Sebab 3 bulan meminum ekstrak buah merah-2 x 1 sendok makan per hari-, ia sudah melepas tongkat. Kini ia aktif mendidik dan menjelaskan materi pengajaran di depan murid-muridnya seperti semula.

Yang juga merasakan manfaat Pandanus conoideus-bukan Pandanus coinedeus seperti ditulis Trubus edisi sebelumnya-adalah Susilah. Sejak tahu kanker payudara stadium 2 diidapnya, ia tampak menutup diri karena terpukul. Tangannya tak lagi dapat digerakkan. Saran dokter untuk operasi ditolak karena khawatir maut menjemput lewat jalan penyembuhan itu.

Di tengah kebimbangan, kemenakannya, Jelly Serang, datang membawa ekstrak buah merah. Inilah tumpuan harapan Susilah. Ia meminumnya 2 kali sehari masing-masing 1 sendok makan. Setelah 2 botol dihabiskan, nyeri yang menderanya hilang sama sekali. Dua bulan berselang, setelah menghabiskan 8 botol masing-masing 120 cc, sel kanker yang semula 6 cm mengecil menjadi 3 cm. Kini kondisinya terus membaik.

Antioksidan

Agustina, Subari, dan Susilah hanya sebagian kecil orang yang merasakan faedah sari buah merah. Menurut I Made Budi, hingga November 2004 tercatat 1.000 pasien sembuh setelah rutin mengkonsumsi buah endemik Papua itu. Sekitar 400 orang di antaranya sembuh berbagai jenis kanker. Mereka tak hanya dari Jayapura, Timika, atau Merauke, tetapi juga tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Mungkinkah sebuah komoditas mampu mengobati beragam penyakit? "Di dunia medis mungkin saja. Contoh diare bisa diberi ambisilin, infeksi tenggorokan juga ambisilin, begitu juga tifus," ujar dr Willie Japaries MARS, pengobat komplementer alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Itulah yang dikenal sebagai panasea alias obat segala penyakit.

Ahli gizi Prof Dr Muhilal tak heran akan khasiat buah merah. Doktor Biokimia alumnus University of Liverpool itu pada 1992 meneliti xeroftalmia alias kekurangan vitamin A. Prevalensi penderita di Papua jauh lebih kecil ketimbang di Jawa sekalipun. Rahasianya, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Papua terbiasa melahap buah merah yang kandungan betakarotennya mencapai 700 ppm. Oleh glukosa zat itu diubah menjadi vitamin A.

Selain itu kuansu-nama lainnya-juga mengandung tokoferol 11.000 ppm yang mampu menangkal radikal bebas. Tingginya kandungan vitamin E-nama lain tokoferol-hanya dapat ditandingi oleh zaitun. Senyawa itulah benteng pertahanan terhadap serangan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, darah tinggi, dan kanker. "Antioksidan itu mengatasi penyakit degeneratif, penangkal radikal bebas seperti cadmium, penghalang ketuaan, bisa untuk mata," kata Dr Chairul, doktor Kimia dan peneliti di Puslitbang Biologi LIPI.

Wajar jika buah merah direkomendasikan oleh ahli penyakit dalam dari Manado, Roy Pontoh, untuk pasiennya. "Dari komposisi yang saya baca di Trubus, saya yakin obat ini bisa meredam penyakit paru-paru," kata Roy. Penderita di luar negeri pun tertarik mencoba obat itu. Di antaranya penderita kanker otak berumur 2 tahun yang sedang dirawat di Singapura dan penderita kanker payudara stadium III A yang menjalani terapi nutrisi di Amerika Serikat.

Dosis

Buah berbentuk bulat panjang itu mengandung 58% asam oleat dan 7,8% asam linoleat. Keduanya asam lemak esensial bagi tubuh yang mudah dicerna sekaligus memperlancar metabolisme. Omega 3 tinggi berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak. "Kanker itu merupakan jaringan yang tumbuh tidak terkendali," kata Made (baca: Ciuman Maut untuk Virus Maut halaman 18-19).

Toh, belum semua pasien yang minum ekstrak buah merah memperoleh kesembuhan. Contoh, penderita tumor payudara yang ditangani dr Willie Japaries. Meski sudah sebulan mengkonsumsi buah merah, kesembuhan bak jauh panggang dari api. Menurut Willie lazimnya untuk mengatasi kanker, diperlukan 3-4 herbal. Sementara dalam hal ini, ia hanya memberikan satu jenis, yakni buah merah sehingga dinilai kurang efektif.

Mulyadarma, dokter di Rumah Sakit Darma Medika di Wonogiri, Jawa Tengah, yang juga memberikan buah merah kepada pasien berujar, "Selama ini obat alternatif hanya menunda sel-sel kanker berkembang lebih lanjut." Orang kerap salah menduga mengkonsumsi ramuan herbal dijamin aman. Padahal jika tidak tepat dosis tetap saja berdampak buruk.

Soal tingginya betakaroten, menurut Muhilal tak berefek negatif bagi kesehatan. "Kalau berlebihan akan disimpan di lapisan lemak bawah kulit sehingga kulitnya tampak kuning. Tapi kejadiannya amat langka. Di dunia kejadian seperti itu tak lebih dari 5 orang," kata kelahiran 5 Januari 1940 itu.

Tadinya Gratis

Dengan kandungan antioksidan tinggi wajar jika buah merah mampu menyembuhkan beragam penyakit. Itu yang menyebabkan popularitas kerabat pandan wangi meroket. Bak obat ajaib, ia menjadi buah bibir. Banyak dokter menyarankan pasiennya untuk meminum sari buah merah. Malahan periset AIDS di Amerika Serikat antusias menanggapi temuan khasiat yenggen.

Padahal sebelumnya secara turun temurun buah merah tak lebih dari sekadar bahan pangan masyarakat Papua. Harganya amat murah, jika tak boleh dibilang tak bernilai. Dengarlah penuturan Ir Ana Saway dari Dinas Pertanian Kabupaten Jayapura, "Dulu buah merah tak perlu dibeli. Kita tinggal minta dan dikasih. Kalau kita bertemu dengan penjual di pasar, kita bisa dikasih cuma-cuma."

Titik tolak perubahan itu terjadi pada 1988. Drs I Made Budi yang tengah meneliti jamur di pedalaman Kurulu, kesengsem saat melihat pertama kali sosok buah merah. Dosen Jurusan Biologi Universitas Cenderawasih itu mendapat informasi dari penduduk setempat, jika mau sehat makanlah buah merah. Buktinya masyarakat Jayawijaya yang gemar menyantap buah merah sehat walafiat meski sepanjang hidupnya tanpa berpakaian. Padahal suhu di sana amat rendah, di bawah 20oC.

Riset intensif yang dilakukan Made ketika mengambil gelar master Gizi Masyarakat akhirnya menyibak tabir buah merah (baca: Menduniakan Buah Merah, halaman 22-23). Pantas jika banyak orang kini berupaya membudidayakannya. Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jayapura Ir La Achmadi MMT, buah merah dikembangkan besar-besaran di daerah Ubruk dan Waris, keduanya di Kabupaten Keerom.

Tawi-sebutan buah merah di Lembah Baliem-kini makin dilirik orang. "Banyak investor dari Jakarta yang datang langsung ke Wamena untuk membeli buah," papar I Made Budi. Saking banyaknya permintaan dari Jakarta, sampai-sampai buah merah milik Made di 3 kecamatan di Wamena pun ludes dijarah. Di luar Papua, penjual-penjual sari buah merah makin banyak bermunculan seiring tingginya permintaan.

Melonjaknya permintaan sari buah merah membuat harga bahan baku melambung. Komoditas yang Juli 2004 hanya berharga Rp50.000 per buah, akhir November 2004, harganya melangit mencapai Rp350.000. Itu pun harus pesan terlebih dahulu (baca: Papua Kala Buah Merah Melejit, halaman 16-17). "Banyak orang yang cari buah merah," tutur Dorim, pedagang di depan Hotel Yasmin, Jayapura. Trubus yang jauh-jauh hari memesan 2 buah pun tak kebagian.

Ke luar Papua

Mungkinkah tanaman khas Papua itu dikembangkan di luar provinsi paling timur di Indonesia? Di Papua penyebaran tanaman itu terkonsentrasi di 4 daerah: Jayapura, Manokwari, Nabire, dan Wamena. Harry Ndiken yang tinggal di Kabupaten Merauke-berbatasan langsung dengan Papua Nugini-mengatakan, sulit menemukan tanaman buah merah di sana.

Trubus melacak keberadaan anggota ordo Pandanales itu di 4 kebun raya yang ada di Indonesia. Masing-masing Kebun Raya Eka Karya Bedugul di Bali, Kebun Raya Purwodadi (Pasuruan), Kebun Raya Bogor, dan Kebun Raya Cibodas (Cianjur). Namun, tak satu pun yang menanam Pandanus conoideus.

Herbarium Bogorienses di Bogor sebatas menyimpan spesimen Pandanus conoideus di antara 13-juta spesimen koleksinya. Wiwik Lestarini, bagian Registrasi Kebun Raya Purwodadi, berujar, "Dari 6 spesies anggota genus Pandanus yang terdapat di sini, baru 2 yang teridentifikasi. Pandanus amarilifolius dan Pandanus pectorius."

Menurut ahli Botani Gregori Garnadi Hambali, buah merah sangat mungkin ditanam di luar Papua. Faktanya, alumnus Universitas Birmingham Inggris itu memboyong 3 tanaman dari Wamena pada 1993. Master Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik itu juga menanam kerabat buah merah asal Halmahera.

Kedua jenis tanaman itu ditanam dan kini telah beranak-pinak di kebun konservasi milik Greg-demikian sapaannya-di Baranangsiang, Kotamadya Bogor. Tinggi masing-masing mencapai 2,5-3 m. Tanaman asal Halmahera berkali-kali berbuah. Sayang, pucuk buah merah asal Papua senantiasa dimangsa serangga. Pandan adaptif di dataran rendah hingga tinggi. Namun, hasil riset Made menunjukkan, kadar betakaroten dan tokoferol lebih bagus diperoleh dari tanaman dataran tinggi.

Kewalahan

Buah merah memberi berkah tersendiri bagi pekebun, pedagang, produsen, dan konsumen. Tiga yang disebut pertama menangguk laba dari perniagaan sang panasea. Yang terakhir disebut, memperoleh kesembuhan. Begitu antusiasnya masyarakat, hingga membuat "tidak tenang" Made Budi dan keluarganya. Telepon seluler Made, istri, dan asistennya serta telepon rumah diblokir setelah dering tak kunjung henti. Para penelepon tengah mencari ekstrak buah merah yang diproduksi Made.

Made juga sibuk bukan kepalang. Saat Trubus ke rumahnya pada awal Desember 2004, mendapati pagar, jendela, dan pintu terkunci. Di sana 2 tulisan terpampang: "Stok Habis" dan "Keluar". Hal serupa dialami Maria Maniagasi, produsen di Yabansay, Abepura. Tiga bulan mengolah buah merah, rupiah terus mengalir deras ke pundi-pundinya.

Pemesan datang dari berbagai penjuru seperti Jakarta, Surabaya, Malang, Bandung, Bali, Merauke, dan Timika. Sebagian orang yang tak sabar menunggu kiriman, malah datang langsung ke sana. Ibu 5 anak itu menjual sebuah botol 150 cc Rp150.000. Buah berbobot 3 kg menghasilkan 300 cc atau 2 botol. Hingga awal Desember 2004 ia telah memproduksi 200 botol.

Sementara itu permintaan jauh melebihi kapasitas produksi. Banyak pemesan yang inden dan antre menanti pasokan. Nun jauh dari Papua, di sudut Kabupaten Bogor, dering telepon di rumah Vera Gorianto juga tak kunjung berhenti. Telinga sang distributor itu sampai merah menjawab pertanyaan bertubi-tubi seputar buah merah. Sebab kepada buah merah sejumlah harapan kesembuhan ditumpukan sehingga penderitaan segera berujung. (Sardi Duryatmo / Peliput: Evy Syariefa, Fendy Ruspandy Paimin, Karjono & Laksita Wijayanti)

Sumber : www.trubus-online.com

No comments:

Post a Comment