Sekalipun ummat Islam pada saat ini terpecah belah menjadi berbagai kelompok, aliran, madzhab dan lain-lain, akan tetapi umat Islam memiliki potensi besar untuk bersatu dan menyatukan kembali organ-organ yang terpisah dari tubuhnya, karena pada hakikatnya mereka memiliki prinsip-prinsip yang disepakati, yaitu mereka adalah merupakan umat yang satu, agama mereka sama, yaitu Islam, kitab sucinya sama, dan Nabinyapun sama pula. Inilah dasar-dasar yang disepakati oleh Umat Islam sehingga sebe-narnya tidak sulit bagi Umat Islam untuk bersatu.
Apabila kita fahami secara mendalam dan kometmen kepada berbagai konsekwensi kesamaan prinsip tersebut, maka kita pasti menjadi satu umat yang utuh, karena pasti bertemu pada titik-titik temu yang sama, yaitu:
1. Kesamaan tujuan hidup,
yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala , sebagaimana firman-Nya: "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzariyat:56). Segenap kaum muslimin mengetahui tujuan ini, hanya saja kebanyakan mereka melalaikannya sehingga berpengaruh buruk terhadap sendi-sendi kehidupan mereka. Oleh karena itu kaum muslimin harus mempunyai kebulatan tekad untuk kembali kepada upaya merealisasikan tujuan hidupnya dan konsisten terhadap segala konsekwensinya, agar kebahagiaan dunia dan akhirat yang mereka dambakan dapat direalisasikan. Kebahagiaan di dunia akan terasa bila umat ini telah menjadi satu, ketentraman jiwa dan kelurusan pandangan hidup telah menjadi kenyataan. Akan tetapi apabila tujuan hidup suatu umat telah berbeda antara satu dengan lainnya, maka yang terjadi adalah perpecahan dan pertikaian yang timbul sebagai akibat dari perbedaan jalan dan persaingan untuk mencapai tujuan masing-masing. Maka dari itu Allah ¥ telah menegaskan bahwa jalan hidup yang harus ditempuh kaum muslimin untuk mencapai tujuan hidupnya hanya satu. Allah berfirman: "dan bahwa (yang Kami perintah-kan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (Al-An'am: 153).
2. Kesamaan aqidah.
Sesung-guhnya perbedaan Aqidah dan keya-kinan yang terjadi di tubuh umat ini telah menyebabkan tidak mungkin bagi umat ini untuk bersatu dan bekerjasama, maka dari itu harus ada upaya terapi terhadap perbedaan aqidah ini, yaitu dengan mengembali-kan para tokoh yang menyimpang (mulhidin) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan meluruskan segala bentuk penyim-pangan aqidah yang terjadi, agar hati dan jiwa umat menjadi satu. Sebenarnya kaum mulhidin itu berada jauh dari kebangkitan Islam dan sedang tergiur dengan kebudayaan Barat yang berkonspirasi bahkan secara terbuka mengibarkan panji perang terhadap Islam.
Saat ini kaum muslimin mulai menyadari dan mengetahui hakikat kebudayaan dan peradaban Barat serta nilai-nilai negatif dan bahaya yang ada di dalamnya. Kesadaran ini timbul dikalangan mereka, dan mereka mengetahui nilai Dinul Islam ini, dan bahwasanya manusia tidak akan mendapat kebahagiaan di dalam kehidupan ini tanpa berpegang teguh kepada Aqidah dan segala konsekwensinya. Dan tentang munculnya kesadaran Umat Islam ini, Ustadz Muammad Mahmud Al-Shawaf berkata: "Di dalam keyakinan saya bahwa era dimana Islam disebut sebagai keterbelakangan dan kemun-duran sudah berlalu dan tuduhan-tuduhan palsu musuh-musuh Islam telah terungkap dan ajaran-ajaran batil mereka menjadi makin jelas ... Islam saat ini sedang menjadi harapan, masjid-masjid dan musolla-musolla makin ramai ... Apabila orang-orang shalih semakin banyak dan jumlah kaum muslimin makin bertambah, maka kemenangan ada di tangan umat Islam".
Kesadaran keberagamaan ini memang mulai tumbuh dikalangan umat Islam, namun ia membutuhkan orang yang mengarahkannya kepada arah yang benar agar dapat menjadi satu landasan untuk menyatukan Ummat dan melenyapkan berbagai isme-isme dan segala bentuk keper-cayaan yang menyimpang yang masuk kedalam masyarakat kaum muslimin.
Sedangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada sebagian aqidah kaum muslimin, apakah itu di dalam tauhid praktis ataupun di dalam tauhid teoritis juga membutuhkan kesungguhan yang tulus dan pena yang arif yang dapat menanggulangi penyimpangan-penyimpangan tersebut dengan hikmah dan mau'izhah hasanah, karena kebanyakan penyimpangan yang terjadi itu bukan karena kesengajaan pelakunya, dan sebenarnya mereka tidak rela dengan penyimpangan tersebut jika argumen-tasinya pas bagi mereka, maka dari itu, dalam menghadapi mereka harus dan wajib menggunakan pendekatan yang lembut dan dialog dingin. Dan apabila umat Islam telah dapat menyatukan aqidah dan keyakinannya, maka ini merupakan dasar utama bagi kesatuan dan persatuan ummat.
3. Kesamaan pemimpin.
Kaum muslimin hanya memiliki satu kepemimpinan sepanjang zaman, sekalipun tempat dan madzhab mereka berbeda-beda, yaitu kepemim-pinan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasalam . Setiap kepemimpinan yang lain yang ada di dalam tubuh Umat ini, maka sebenar-nya berjalan diatas legalitas dan prinsip kepemimpinan Nabi Shallallahu alaihi wasalam . Kenyataan ini akan semakin jelas di dalam benak kaum muslimin bila aqidah dan iman mereka makin jernih dan kuat dan merupakan kenyataan yang ditetapkan oleh Allah dan ditekankan di dalam Al-Qur'an pada beberapa ayatnya agar tidak dilalaikan oleh Umat Islam, seperti di dalam firman-Nya, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan ulilamr diantara kamu; Kemudian jika kamu berlain pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnah-nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya." (Ali Imran :59). Dan firman-Nya, yang artinya: "Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (al-Hasyr :7).
Demikianlah penekanan terhadap kenyataan ini diulang-ulang berpuluh kali di dalam Al-Qur'an, yang apabila sudah mantap dan jelas di dalam hati kaum muslimin, maka sangat mungkin persatuan, kesatuan dan kesatu-paduan barisan mereka terwujudkan. Jadi, Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam adalah pemimpin, sedakan yang lain adalah pengikut dan pembelanya. Dia dijadikan teladan, kebijakan dan sunnahnya dijadikan pegangan. Umat Islam tidak mungkin bersatu bila tidak mengetahui dan konsisten kepada prinsip dasar tersebut....dan ini pulalah konsekwensi iman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala , dan jika tidak, maka iman hanyalah omong kosong belaka! Maka setiap kepemimpinan yang berupaya menanggalkan kepe-mimpinan Rasul tersebut atau merendahkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia adalah kepemimpin-an yang keluar dan memusuhi Islam... Bahkan setiap kepemimpinan yang anti atau menyimpang dari tuntunan kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang sesat!
4. Kesamaan sumber ajaran.
Diantara faktor utama bagi perpecahan umat Islam adalah adanya perbedaan sumber ajaran atau sumber hukum yang tidak ada tautannya dengan Islam, bahkan sebenarnya memusuhi aqidah Islam, maka terjadilah jurang pemisah antara sumber hukum dengan realitas, antara berbagai kepemimpian dengan rakyatnya, bahkan antar kepemimpin-an itu sendiri, dan implikasinya menimpa umat Islam. Selagi sumber ajaran dan hukum yang mengatur umat ini tidak sama dan tidak bersumber dari agamanya, maka setiap upaya untuk menyatukan kembali umat ini adalah mimpi belaka! Di dalam masyarakat Islam hanya terdapat satu sumber ajaran dan hukum (perundang-undangan), dan manusia, siapapun dia sama sekali tidak mempunyai hak untuk membuat sumber ajaran dan perundang-undangan. Membuat aturan dan hukum adalah hak Allah semata, dan tidak benar manusia mengambil hukum di luar hukum Allah! Allah menegaskan, yang artinya: "Dan tidak patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak pula bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. (Al-Ahzab: 36).
Jiwa dan tabiat manusia sangat beragam dan berbeda-beda sedangkan untuk mengetahui batasan-batasan islah dan faktor-faktor perusaknya adalah merupan sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah saja; bahkan para ilmuwan Barat telah mengakui ketidak mampuan mereka dalam mengungkap hakikat manusia, sebagaimana dinyatakan oleh ahli kedokteran asal Prancis Karyel!
Apabila manusia tidak mampu untuk mengenal hakikat manusia, maka bagaimana mungkin ia dapat membuat suatu produk hukum yang mengatur kehidupan manusia dan menggiringnya untuk merealisasikan kemanusiaannya!? Oleh karena itu, kembali kepada Syari'at (ajaran, perundang-undangan) Allah adalah merupakan tuntutan dan perkara yang niscaya. Niscaya karena diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala , dan niscaya karena manusia tidak memiliki kemampuan membuat hukum dan peraturan yang tepat lagi sesuai! Dan Niscaya, karena ummat tidak mungkin bersatu bila undang-undang atau aturan hidupnya berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan adanya kesatuan sumber hukum dan undang-undang, agar pandangan hidup, aturan main dan idiologinya menjadi satu, yang pada gilirannya kesatuan dan persataun yang didambakan dapat terealisasikan.
(Disarikan dari Al-Wihdah Al-Islamiyah, Ususuha wa Wasailu Tahhqiqiha, karya Dr. Ahmad bin Sa'd Hamdan Al-Ghamidi, oleh Musthofa 'Aini)
No comments:
Post a Comment