Semilir angin berhembus lembut menabuh daun, mengiringi ranting kecil pepohonan yang menari meliuk-liuk. Di langit, sinar mentari menelusup dari balik awan yang bergelayut. Menyapa ramah, kemudian mendekap hangat penghuninya.
Musim semi memang telah tiba. Tsukushi dan sumire juga tampak bermunculan di sela rerumputan. Kembali, ketakjuban bagi jiwa telah dibentangkan bahwa alam semesta turut tunduk dan patuh pada peran dalam setiap lakonNya. Di permukaan tanah, beragam warna bunga liar lain berpadu menghamparkan permadani indah. Sejuk mata memandang, jiwa seakan tak lagi dahaga.
Duhai...
Lihatlah pula sakura yang merekah di mana-mana. Kelopaknya berwarna putih, sedikit dihiasi semburat merah muda. Setiap tangkai itu sarat dipenuhi kuntum bunga hingga tampak berjuntaian ingin mencumbu tanah. Ketika angin menggoda, ia pun menggeliat manja.
Sakura di musim semi memang selalu menebar pesona. Kehadirannya tak pernah lupa dinantikan jutaan manusia di negerinya. Seperti biasa mereka duduk berkelompok di bawah pohon seraya menikmati keindahannya, bahkan tak peduli waktu siang atau malam. Tak jarang pula banyak yang bernyanyi-nyanyi atau sekedar mengabadikan kecantikannya. Memang sebuah fitrah bila manusia menyukai segala yang indah. Rasa ini akan membuahi putik-putik kasih, kemudian merekah menjadi bunga cinta yang bersemi di hati.
Indah...
Semua begitu indah mempesona. Sebuah kreasi di alam semesta yang menakjubkan dari Sang Pemilik Keindahan.
Namun, walaupun bunga sakura indah menawan, usianya tak pernah panjang. Satu persatu kelopaknya akan jatuh berguguran. Hanya berkisar selama dua pekan, punah lah semua. Pohonnya akan penuh daun saat musim panas, kemudian rontok ketika musim gugur menjelang. Sepanjang musim dingin, hanya dahan dan rantingnya yang tersisa. Sakura akan mekar ketika musim semi kembali tiba.
SubhanaLlah...
Tidakkah bunga sakura yang merekah sebenarnya sebuah tausyiah bagi hati kita. Meski usianya begitu singkat, tak pernah menghalanginya untuk menebarkan keindahan yang dimiliki. Umpama sepasang kekasih yang telah menjalin ikatan suci, persembahan terbaik dan terindah selama hidup di muka bumi hanya tersaji untuk yang dicintai.
Bagai sakura yang telah menyandang keindahan selama mekar kuntum bunganya, bukankah seyogyanya juga manusia mesti memberikan yang terbaik sepanjang hidupnya. Tak henti menebarkan rasa cinta dan kasih sayang dalam segala akhlaq serta tingkah laku, hingga kematian itu nanti menghampiri kita. Karena sebagai insan kita tak pernah tahu hingga kapan umur ini diamanahkan.
Jikalau cinta bagi sakura adalah mekar mempesona ketika musim semi tiba, maka cinta bagi seorang hambaNya adalah senantiasa merundukkan hati dan raga. Pasrah, seraya meratakan kening pada hamparan sajadah. Meneteskan air mata kerinduan serta tak pernah lelah merengkuh dari Sang Pemiliknya.
Wallahu a’lamu bish-shawaab.
*MERENGKUH CINTA DALAM BUAIAN PENA*
Al-Hubb FiLlah wa LiLlah,
Abu Aufa
Catatan:
Tsukushi: sejenis rumput yang muncul ketika musim semi tiba, batangnya tegak dan menggelembung di bagian atas.
Sumire: bunga kecil berwarna ungu yang juga akan terlihat di sela rerumputan saat musim semi menjelang.
Tausyiah ini adalah hasil editing dari tulisan promo buku Sapa Cinta dari Negeri Sakura.
No comments:
Post a Comment