Hasil Kongres Partai Demokrat Mei 2010


"Selama tiga bulan ini, kami berangkat dengan keyakinan. Dari segi kapital, mungkin tidak memadai jika dibandingkan (kandidat) lain yang spanduk dan balihonya ada di mana-mana. Seolah-olah, calon ketua umum hanya satu orang. Tapi, Mas Anas yang terpilih."

KOMPAS.com — Itulah pernyataan juru bicara Tim Sukses Anas Urbaningrum, Saan Mustopa, usai jagoannya memenangi pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010-2015 melalui pemungutan suara dua putaran tadi malam. Publikasi Anas memang tak segencar calon lain, Andi Mallarangeng (AM).

Memasuki Bandung menjelang Kongres II Partai Demokrat, bisa dibilang tak ada sudut yang terlewatkan dari spanduk, baliho, dan bendera bergambar AM. Apalagi mendekati lokasi kongres di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Balon udara bergambar Andi terus berputar di udara.

Andi juga gencar berpromosi melalui iklan di televisi. "Untuk apa mengeluarkan uang besar untuk iklan, publikasi, dan lain-lain. Kita itu maunya nyalon ketua umum partai, bukan kepala daerah atau presiden," kata Marzuki Alie yang turut mencalonkan diri beberapa waktu lalu.

Di arena kongres, para kandidat ketua umum memiliki cara masing-masing menyentuh para pendukung dan calon pemilih. Misalnya, Andi membangun sebuah kampung khusus yang dinamakannya "Kampung AM". Tempat itu terbilang megah, dengan area yang luas dan dilengkapi dengan belasan kursi malas plus pemijat refleksi yang siap memanjakan siapa saja yang mengunjunginya. Gubuk-gubuk berisi aneka makanan juga tersedia.

Semenetara Anas menyewa sebuah ruko yang dijadikannya "Pusat Informasi Anas". Tempat itu menyatu dengan rumah makan dan satu tenda yang diisi dengan hiburan live performance. Adapun Marzuki Alie sedikit lebih sederhana. Hanya membuat sebuah posko "Komunitas Marzuki Alie" di area ekshibisi.

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Sigit Pamungkas, mengatakan, ada fenomena yang menempatkan demokrasi menjadi "mahal" harganya. Iklan-iklan dan atribut kampanye yang berlebihan, menurut dia, hanya menghambur-hamburkan uang dan miskin substansi.

Pemilihan Ketua Umum Demokrat telah membuktikan, Andi harus mengakui kekalahan hanya dengan mengantongi 82 suara pada putaran pertama. "Apa yang dilakukan AM itu menjadikan demokrasi berharga mahal. Padahal, kalau kandidat bisa menyentuh dalam waktu lama dengan pemilih, akan lebih baik. Demokrasi melalui baliho tidak perlu. AM akan melanggengkan demokrasi yang dimahalkan. Kalau tradisi ini digalakkan, berapa harga politik yang harus dibayar," kata Sigit dalam sebuah diskusi Sabtu lalu.

Hebohnya pencalonan ketua umum, dinilainya, justru akan menghilangkan substansi kongres yang jauh lebih penting. "Akhirnya, perhatian publik kepada siapa yang akan menjadi ketua umum, bukan apa yang akan dibawa Demokrat ke depan. Kongres bukan soal siapa yang terpilih, tetapi apa agenda yang akan dibawa," ujarnya.

sumber berita : Kompas.com

2 comments: