Coba kita simak apa yang dikatakan Christina Hakim tentang Kebudayaan. Bintang film senior Christine Hakim menilai, Indonesia semakin terasa kehilangan akar budayanya karena cenderung mudah tergerus oleh kebudayaan asing, dan mengakibatkan kehilangan jati diri sebagai satu bangsa.
"Memang berat untuk dikatakan, dan berat pula untuk diakui bahwa Indonesia kehilangan akar budaya. Namun, inilah hal yang semakin terasakan," ujar perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, pada 25 December 1956 itu dalam diskusi serial bulanan (Diserbu) "Afternoon Tea: Semangat Indonesia, Kebangkitan Kebudayaan Nasional" di Jakarta, Jumat petang.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) bersama Metro TV dan Djarum Bhakti Kebudayaan itu Christine Hakim mengemukakan, bila sejumlah bangsa lain di Asia Tenggara semakin mengukuhkan kebudayaan nasionalnya, maka Indonesia justru terasa kian gamang.
"Kita bisa saksikan bila ada seorang perempuan berbalut kain sari, maka pastilah dia dari India. Namun, orang asing bisa menilai saya sebagai orang Eropa atau Amerika Latin sekalipun saya menggunakan pakaian adat satu wilayah di Indonesia. Dalam hal ini beruntung ada batik yang agak dikenal masyarakat dunia sebagai khas Indonesia," kata salah seorang tokoh pahlawan (hero) versi majalah Time 2002.
Perempuan bernama lahir Herlina Christine Natalia Hakim itu mengemukakan, kebudayaan Indonesia ibarat ingin bangkit atau bangun, tetapi belum melek karena tingkat kesadaran bangsanya belum terbentuk secara tegas. "Seperti lakon ’Hantu Keramas’," katanya sambil tersenyum.
Pemeran utama dan peraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) dalam film "Tjoet Nja’ Dhien" (1988) tersebut menyatakan, akar budaya Indonesia tidak kokoh sebagai wujud gagalnya sistem pendidikan Indonesia, selain belum terbentuknya kebijakan politik mengenai kebudayaan.
"Selama ini kebijakan politik baru sebatas politik itu sendiri. Sementara itu, kebijakan politik terhadap pendidikan dan kebudayaan masih rapuh," katanya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan dibentuknya kebijakan pendidikan dan kebudayaan yang lebih melindungi kearifan masyarakat lokal Indonesia. "Keberagaman budaya, dan daya tahan masyarakat lokal inilah yang di masa lalu memperlihatkan akar budaya dan jati diri bangsa kita," demikian Christine Hakim.
sumber : KOMPAS.com
"Memang berat untuk dikatakan, dan berat pula untuk diakui bahwa Indonesia kehilangan akar budaya. Namun, inilah hal yang semakin terasakan," ujar perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, pada 25 December 1956 itu dalam diskusi serial bulanan (Diserbu) "Afternoon Tea: Semangat Indonesia, Kebangkitan Kebudayaan Nasional" di Jakarta, Jumat petang.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) bersama Metro TV dan Djarum Bhakti Kebudayaan itu Christine Hakim mengemukakan, bila sejumlah bangsa lain di Asia Tenggara semakin mengukuhkan kebudayaan nasionalnya, maka Indonesia justru terasa kian gamang.
"Kita bisa saksikan bila ada seorang perempuan berbalut kain sari, maka pastilah dia dari India. Namun, orang asing bisa menilai saya sebagai orang Eropa atau Amerika Latin sekalipun saya menggunakan pakaian adat satu wilayah di Indonesia. Dalam hal ini beruntung ada batik yang agak dikenal masyarakat dunia sebagai khas Indonesia," kata salah seorang tokoh pahlawan (hero) versi majalah Time 2002.
Perempuan bernama lahir Herlina Christine Natalia Hakim itu mengemukakan, kebudayaan Indonesia ibarat ingin bangkit atau bangun, tetapi belum melek karena tingkat kesadaran bangsanya belum terbentuk secara tegas. "Seperti lakon ’Hantu Keramas’," katanya sambil tersenyum.
Pemeran utama dan peraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) dalam film "Tjoet Nja’ Dhien" (1988) tersebut menyatakan, akar budaya Indonesia tidak kokoh sebagai wujud gagalnya sistem pendidikan Indonesia, selain belum terbentuknya kebijakan politik mengenai kebudayaan.
"Selama ini kebijakan politik baru sebatas politik itu sendiri. Sementara itu, kebijakan politik terhadap pendidikan dan kebudayaan masih rapuh," katanya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan dibentuknya kebijakan pendidikan dan kebudayaan yang lebih melindungi kearifan masyarakat lokal Indonesia. "Keberagaman budaya, dan daya tahan masyarakat lokal inilah yang di masa lalu memperlihatkan akar budaya dan jati diri bangsa kita," demikian Christine Hakim.
sumber : KOMPAS.com
Halo Admin http://mrwindu.blogspot.com
ReplyDeleteKami dari KapanLagi.com.
Apakah kita bisa kerjasama untuk bertukar link?
Anda bisa menampilkan link KapanLagi.com di http://mrwindu.blogspot.com
Untuk posisi link-nya, kami berharap link dari Kapanlagi.com diletakkan di sidebar kanan
Dan kami akan menampilkan http://mrwindu.blogspot.com di halaman Kapanlagi.com : http://selebriti.kapanlagi.com/
Jika berkenan silahkan menghubungi kami via email di humas@kapanlagi.net dengan menyertakan email ini.
Terima kasih atas kerjasamanya :)
-- Humas Kapanlagi.com
Ari Rahmawati